Adalah Syaikh ‘Abdurrazaq al-‘Abbad al-Badr, putra dari seorang ulama ahli hadits di Madinah, al-‘Allâmah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbâd al-Badr (semoga Allah senantiasa merahmati beliau berdua) yang telah menulis sebuah kitab berjudul “Min washoya al-salafi li al-syabab”, sebuah kutaiyib (buku saku kecil) yang berisikan nasehat-nasehat bagi para pemuda. Kutaiyib tersebut kemudian diterjemahkan oleh Abu Salma Muhammad Rachdie, S.Si dengan judul “15 Wasiat Salaf Kepada Para Pemuda”. Kutaiyib (buku saku kecil) ini adalah buku yang sangat mengesankan sekalipun tipis dan tidak banyak halamannya. Sekalipun sang muallif hanya menuliskan 15 wasiat, namun kesemuanya dikemas dengan penuh perhatian dan kesan yang mendalam sehingga pembaca akan tenggelam dalam bacaannya.
Para pembaca -utamanya para pemuda- diajak untuk berdialog lalu merenungkan sejenak untuk apa saja usia muda mereka selama ini. Terlebih -kutaiyib- ini mengajak para pemuda untuk lebih merenungkan bagaimana kemanfaatan usia mudanya ke depan. Siapapun yang membacanya -insyaallah- akan dapat menghantarkannya pada perenungan yang mendalam tentang makna-makna di balik perjalanan hidup yang sudah mereka lalui selama ini.
Dalam kutaiyib sederhana ini, Syekh ‘Abdurazaq menceritakan kepada para pemuda, bagaimana kehidupan para pemuda di zaman dahulu dan apa saja wasiat-wasiat yang diberikan oleh para ulama di zamannya agar tidak sampai salah jalan sehingga waktu mudanya menjadi sia-sia. Di antara wasiat-wasiat tersebut, yang menjadi perhatian besar Syekh Abdurrazaq adalah pentingnya ilmu bagi seorang pemuda dan berharganya kesempatan-kesempatan di masa muda yang apabila dikelola dengan baik maka ia akan menjadi intan permata bagi pemuda tersebut di masa mendatang. Ia akan diselimuti oleh budi pekerti yang luhur dan kedalaman pengetahuan di usianya yang sudah matang. Sehingga ia dibutuhkan banyak orang dan memberi manfaat kepada mereka.
Dalam mukaddimahnya, Syaikh menerangkan bahwa masa muda merupakan masa yang paling esensial. Mengapa disebut esensial? Sebab di masa tersebut, lima harta berharga manusia terletak. Lima harta tersebut ialah prima/kekuatan (quwwah), energik/rajin (nasyâth), aktif (Suhûlah al-Harokah), bugar (Quwwah al-A’dhâ`) dan seluruh indera tubuh yang masih normal (salâmah al-Hawâs). Sesiapa yang dapat memanfaatkan sebaik mungkin maka ia akan menjadi beruntung. Sebaliknya, sesiapa yang menyia-nyiakannya maka ia akan merugi. Begitulah kira-kira ungkapan dalam kutaiyib tersebut. Sebab ketika seseorang itu mulai menua, maka kepekaan inderanya akan turut melemah begitu pula dengan kekuatannya.
Tidak heran apabila Islam memberikan perhatian khusus terhadap fase (marhalah) muda ini dengan cara menasehati para pemuda agar hendaknya mereka mengisi masa muda dengan memperdalam ilmu dan hal-hal lain yang bermanfaat. Tentang keutamaan-keutamaan fase ini, telah banyak nash baik yang bersumber dari al-Quran maupun hadits yang menerangkan keutamaan masa muda. Salah satunya yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra. yang berbunyi
اغتنم خمسا قبل خمس: شبابك قبل هرامك، وصحتك قبل سقمك، وغناك قبل فقرك، وفراغك قبل شغلك، وحياتك قبل موتك.
“Pergunakanlah lima hal sebelum lima hal (yang lain datang), yaitu : masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa lapangmu sebelum masa sibukmu dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”
Fase muda dalam hadits di atas sesungguhnya telah tercakup ke dalam keumuman sabda Nabi SAW “masa hidupmu sebelum matimu”. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW lebih mengkhususkan lagi dan memberi perhatian khusus terhadap fase tersebut dengan cara menyebutkan kembali secara terpisah, terlebih di awal teks.
Maka tidak heran apabila para ulama turut memberikan perhatian khusus kepada para pemuda, sebab memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para pemuda adalah salah satu wasiat Nabi Muhammad SAW.
Di akhir wasiatnya (wasiat kelima belas), Syaikh mengutip sebuah syair yang sangat indah sekali dan semoga ini menjadi pengingat (nasehat) bagi kita semua.
مآرب كانت في الشباب لأهلها # عذابا فصارت في المشيب عذابا
“Kesenangan di masa muda bagi pelakunya awalnya adalah menyenangkan, namun saat tua berubah menjadi siksaan.”
Begitulah kira-kira sang Syaikh memberi kita nasehat melalui kutaiyib ini. Wallahua’lam bisshowab.
Lamongan, 10 Agustus 2020.
Komentar
Posting Komentar